Pengertian Bahasa , Fungsi Bahasa & Ragam Bahasa
Definisi Bahasa: Bahasa adalah suatu
sistem dari lambang bunyi arbiter ( tidak ada hubungan antara lambang bunyi
dengan bendanya ) yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan dipakai oleh
masyarakat untuk berkomunikasi, kerja sama, dan identifikasi diri. Bahasa lisan
merupakan bahasa primer, sedangkan bahasa tulisan adalah bahasa sekunder.
Menurut Gorys Keraf Bahasa adalah alat komunikasi
antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap
manusia. Mungkin ada yang keberatan dengan mengatakan bahwa bahasa bukan satu-satunya
alat untuk mengadakan komunikasi. Mereka menunjukkan bahwa dua orang atau pihak
yang mengadakan komunikasi dengan mempergunakan cara-cara tertentu yang telah
disepakati bersama. Lukisan-lukisan,
asap api, bunyi gendang atau tong-tong dan sebagainya. Tetapi mereka itu harus
mengakui pula bahwa bila dibandingkan dengan bahasa, semua alat komunikasi tadi
mengandung banyak segi yang lemah.
Bahasa memberikan
kemungkinan yang jauh lebih luas dan kompleks daripada yang dapat diperoleh
dengan mempergunakan media tadi. Bahasa haruslah merupakan bunyi yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bukannya sembarang bunyi. Dan bunyi itu
sendiri haruslah merupakan simbol atau perlambang.
Bahasa dan Realita
Fodor (1974) mengatakan bahwa bahasa adalah
sistem simbol dan tanda. Yang dimaksud dengan sistem simbol adalah hubungan
simbol dengan makna yang bersifat konvensional. Sedangkan yang dimaksud dengan
sistem tanda adalah bahwa hubungan tanda dan makna bukan konvensional tetapi
ditentukan oleh sifat atau ciri tertentu yang dimiliki benda atau situasi yang
dimaksud. Dalam bahasa Indonesia kata cecak memiliki hubungan kausal
dengan referennya atau binatangnya. Artinya, binatang itu disebut cecak karena
suaranya kedengaran seperti cak-cak-cak. Oleh karena itu kata cecak disebut
tanda bukan simbol. Lebih lanjut Fodor mengatakan bahwa problema bahasa adalah
problema makna. Sebenarnya, tidak semua ahli bahasa membedakan antara simbol
dan tanda. Richards (1985) menyebut kata table sebagai tanda meskipun
tidak ada hubungan kausal antara objek (benda) yang dilambangkan kata itu
dengan kata table.
Dari uraian di atas dapat ditangkap bahwa salah
satu cara mengungkapkan makna adalah dengan bahasa, dan masih banyak cara yang
lain yang dapat dipergunakan. Namun sejauh ini, apa makna dari makna, atau apa
yang dimaksud dengan makna belum jelas. Bolinger (1981) menyatakan bahwa bahasa
memiliki sistem fonem, yang terbentuk dari distinctive features bunyi,
sistem morfem dan sintaksis. Untuk mengungkapkan makna bahasa harus berhubungan
dengan dunia luar. Yang dimaksud dengan dunia luar adalah dunia di luar bahasa
termasuk dunia dalam diri penutur bahasa. Dunia dalam pengertian seperti inilah
disebut realita.
Penjelasan Bolinger (1981) tersebut menunjukkan
bahwa makna adalah hubungan antara realita dan bahasa. Sementara realita
mencakup segala sesuatu yang berada di luar bahasa. Realita itu mungkin
terwujud dalam bentuk abstraksi bahasa, karena tidak ada bahasa tanpa makna.
Sementara makna adalah hasil hubungan bahasa dan realita.
Bahasa dan Perilaku
Seperti yang telah diuraikan di atas, dalam
bahasa selalu tersirat realita. Sementara perilaku selalu merujuk pada pelaku
komunikasi. Komunikasi bisa terjadi jika proses decoding dan encoding
berjalan dengan baik. Kedua proses ini dapat berjalan dengan baik jika baik encoder
maupun decoder sama-sama memiliki pengetahuan dunia dan pengetahuan
bahasa yang sama. (Omaggio, 1986).
Dengan memakai pengertian yang diberikan oleh
Bolinger(1981) tentang realita, pengetahuan dunia dapat diartikan identik
dengan pengetahuan realita. Bagaimana manusia memperoleh bahasa dapat dijelaskan
dengan teori-teori pemerolehan bahasa. Sedangkan pemerolehan pengetahuan dunia
(realita) atau proses penghubungan bahasa dan realita pada prinsipnya sama,
yakni manusia memperoleh representasi mental realita melalui pengalaman
yang langsung atau melalui pemberitahuan orang lain. Misalnya seseorang
menyaksikan sebuah kecelakaan terjadi, orang tersebut akan memiliki representasi
mental tentang kecelakaan tersebut dari orang yang langsung menyaksikannya
juga akan membentuk representasi mental tentang kecelakaan tadi. Hanya
saja terjadi perbedaan representasi mental pada kedua orang itu.
·
Fungsi Bahasa
Menurut
Felicia (2001 : 1), dalam berkomunikasi sehari-hari, salah satu alat yang
paling sering digunakan adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis.
Begitu dekatnya kita kepada bahasa, terutama bahasa Indonesia, sehingga tidak
dirasa perlu untuk mendalami dan mempelajari bahasa Indonesia secara lebih
jauh. Akibatnya, sebagai pemakai bahasa, orang Indonesia tidak terampil
menggunakan bahasa. Suatu kelemahan yang tidak disadari.
Komunikasi lisan atau nonstandar yang sangat praktis
menyebabkan kita tidak teliti berbahasa. Akibatnya, kita mengalami kesulitan
pada saat akan menggunakan bahasa tulis atau bahasa yang lebih standar dan
teratur. Pada saat dituntut untuk berbahasa’ bagi kepentingan yang lebih
terarah dengan maksud tertentu, kita cenderung kaku. Kita akan berbahasa secara
terbata-bata atau mencampurkan bahasa standar dengan bahasa nonstandar atau
bahkan, mencampurkan bahasa atau istilah asing ke dalam uraian kita. Padahal,
bahasa bersifat sangat luwes, sangat manipulatif. Kita selalu dapat
memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Lihat saja,
bagaimana pandainya orang-orang berpolitik melalui bahasa. Kita selalu dapat
memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Agar dapat
memanipulasi bahasa, kita harus mengetahui fungsi-fungsi bahasa.
Pada dasarnya, bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang
digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat untuk
mengekspresikan diri, sebagai alat untuk berkomunikasi, sebagai alat untuk
mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi
tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial (Keraf, 1997: 3).
Derasnya
arus globalisasi di dalam kehidupan kita akan berdampak pula pada perkembangan
dan pertumbuhan bahasa sebagai sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan
budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi. Di dalam era globalisasi itu, bangsa
Indonesia mau tidak mau harus ikut berperan di dalam dunia persaingan bebas,
baik di bidang politik, ekonomi, maupun komunikasi. Konsep-konsep dan istilah baru di dalam
pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) secara
tidak langsung memperkaya khasanah bahasa Indonesia. Dengan demikian, semua
produk budaya akan tumbuh dan berkembang pula sesuai dengan pertumbuhan dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu, termasuk bahasa Indonesia,
yang dalam itu, sekaligus berperan sebagai prasarana berpikir dan sarana
pendukung pertumbuhan dan perkembangan iptek itu (Sunaryo, 1993, 1995).
Menurut
Sunaryo (2000 : 6), tanpa adanya bahasa (termasuk bahasa Indonesia) iptek tidak
dapat tumbuh dan berkembang. Selain itu bahasa Indonesia di dalam struktur
budaya, ternyata memiliki kedudukan, fungsi, dan peran ganda, yaitu sebagai
akar dan produk budaya yang sekaligus berfungsi sebagai sarana berfikir dan
sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Tanpa peran bahasa serupa itu, ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan dapat
berkembang. Implikasinya di dalam pengembangan daya nalar, menjadikan bahasa
sebagai prasarana berfikir modern. Oleh karena itu, jika cermat dalam
menggunakan bahasa, kita akan cermat pula dalam berfikir karena bahasa
merupakan cermin dari daya nalar (pikiran).
Hasil
pendayagunaan daya nalar itu sangat bergantung pada ragam bahasa yang
digunakan. Pembiasaan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar akan
menghasilkan buah pemikiran yang baik dan benar pula. Kenyataan bahwa bahasa
Indonesia sebagai wujud identitas bahasa Indonesia menjadi sarana komunikasi di
dalam masyarakat modern. Bahasa Indonesia bersikap luwes sehingga mampu
menjalankan fungsinya sebagai sarana komunikasi masyarakat modern.
Bahasa sebagai Alat Ekspresi Diri
Pada
awalnya, seorang anak menggunakan bahasa untuk mengekspresikan kehendaknya atau
perasaannya pada sasaran yang tetap, yakni ayah-ibunya. Dalam perkembangannya,
seorang anak tidak lagi menggunakan bahasa hanya untuk mengekspresikan
kehendaknya, melainkan juga untuk berkomunikasi dengan lingkungan di
sekitarnya. Setelah kita dewasa, kita menggunakan bahasa, baik untuk
mengekspresikan diri maupun untuk berkomunikasi. Seorang penulis
mengekspresikan dirinya melalui tulisannya. Sebenarnya, sebuah karya ilmiah pun
adalah sarana pengungkapan diri seorang ilmuwan untuk menunjukkan kemampuannya
dalam sebuah bidang ilmu tertentu. Jadi, kita dapat menulis untuk
mengekspresikan diri kita atau untuk mencapai tujuan tertentu.
Sebagai
contoh lainnya, tulisan kita dalam sebuah buku,
merupakan hasil ekspresi diri kita. Pada saat kita menulis, kita tidak
memikirkan siapa pembaca kita. Kita hanya menuangkan isi hati dan perasaan kita
tanpa memikirkan apakah tulisan itu dipahami orang lain atau tidak. Akan
tetapi, pada saat kita menulis surat kepada orang lain, kita mulai berpikir
kepada siapakah surat itu akan ditujukan. Kita memilih cara berbahasa yang
berbeda kepada orang yang kita hormati dibandingkan dengan cara berbahasa kita kepada
teman kita.
Pada
saat menggunakan bahasa sebagai alat untuk mengekspresikan diri, si pemakai
bahasa tidak perlu mempertimbangkan atau memperhatikan siapa yang menjadi
pendengarnya, pembacanya, atau khalayak sasarannya. Ia menggunakan bahasa hanya
untuk kepentingannya pribadi. Fungsi ini
berbeda dari fungsi berikutnya, yakni bahasa sebagai alat untuk
berkomunikasi.
Sebagai
alat untuk menyatakan ekspresi diri, bahasa menyatakan secara terbuka segala
sesuatu yang tersirat di dalam dada kita, sekurang-kurangnya untuk memaklumkan
keberadaan kita. Unsur-unsur yang mendorong ekspresi diri antara lain :
-
agar menarik perhatian orang lain terhadap kita,
-
keinginan untuk membebaskan diri kita dari semua
tekanan emosi
Pada taraf permulaan,
bahasa pada anak-anak sebagian berkembang
sebagai alat untuk menyatakan dirinya sendiri (Gorys Keraf, 1997 :4).
Bahasa sebagai Alat Komunikasi
Komunikasi
merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri. Komunikasi tidak akan
sempurna bila ekspresi diri kita tidak diterima atau dipahami oleh orang lain.
Dengan komunikasi pula kita mempelajari dan mewarisi semua yang pernah dicapai
oleh nenek moyang kita, serta apa yang dicapai oleh orang-orang yang sezaman
dengan kita.
Sebagai
alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan
perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan sesama warga.
Ia mengatur berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan
mengarahkan masa depan kita (Gorys Keraf, 1997 : 4).
Pada
saat kita menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi, kita sudah memiliki
tujuan tertentu. Kita ingin dipahami oleh orang lain. Kita ingin menyampaikan
gagasan yang dapat diterima oleh orang lain. Kita ingin membuat orang lain
yakin terhadap pandangan kita. Kita ingin mempengaruhi orang lain. Lebih jauh
lagi, kita ingin orang lain membeli hasil pemikiran kita. Jadi, dalam hal ini
pembaca atau pendengar atau khalayak sasaran menjadi perhatian utama kita. Kita
menggunakan bahasa dengan memperhatikan kepentingan dan kebutuhan khalayak
sasaran kita.
Pada saat kita menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, antara
lain kita juga mempertimbangkan apakah bahasa yang kita gunakan laku untuk
dijual. Oleh karena itu, seringkali kita mendengar istilah “bahasa yang
komunikatif”. Misalnya, kata makro hanya dipahami oleh
orang-orang dan tingkat pendidikan tertentu, namun kata besar atau
luas lebih mudah dimengerti oleh masyarakat umum. Kata griya,
misalnya, lebih sulit dipahami dibandingkan kata rumah atau wisma.
Dengan kata lain, kata besar, luas, rumah, wisma, dianggap lebih
komunikatif karena bersifat lebih umum. Sebaliknya, kata-kata griya atau makro
akan memberi nuansa lain pada bahasa kita, misalnya, nuansa keilmuan,
nuansa intelektualitas, atau nuansa tradisional.
Bahasa sebagai alat ekspresi diri dan sebagai alat komunikasi
sekaligus pula merupakan alat untuk menunjukkan identitas diri. Melalui bahasa,
kita dapat menunjukkan sudut pandang kita, pemahaman kita atas suatu hal, asal
usul bangsa dan negara kita, pendidikan kita, bahkan sifat kita. Bahasa menjadi
cermin diri kita, baik sebagai bangsa maupun sebagai diri sendiri.
Bahasa sebagai Alat Integrasi dan Adaptasi Sosial
Bahasa
disamping sebagai salah satu unsur kebudayaan, memungkinkan pula manusia
memanfaatkan pengalaman-pengalaman mereka, mempelajari dan mengambil bagian
dalam pengalaman-pengalaman itu, serta belajar berkenalan dengan orang-orang
lain. Anggota-anggota masyarakat hanya
dapat dipersatukan secara efisien melalui bahasa. Bahasa sebagai alat
komunikasi, lebih jauh memungkinkan tiap orang untuk merasa dirinya terikat
dengan kelompok sosial yang dimasukinya, serta dapat melakukan semua kegiatan
kemasyarakatan dengan menghindari sejauh mungkin bentrokan-bentrokan untuk
memperoleh efisiensi yang setinggi-tingginya. Ia memungkinkan integrasi
(pembauran) yang sempurna bagi tiap individu dengan masyarakatnya (Gorys Keraf,
1997 : 5).
Cara
berbahasa tertentu selain berfungsi sebagai alat komunikasi, berfungsi pula
sebagai alat integrasi dan adaptasi sosial. Pada saat kita beradaptasi kepada
lingkungan sosial tertentu, kita akan memilih bahasa yang akan kita gunakan
bergantung pada situasi dan kondisi yang kita hadapi. Kita akan menggunakan
bahasa yang berbeda pada orang yang berbeda. Kita akan menggunakan bahasa yang
nonstandar di lingkungan teman-teman dan menggunakan bahasa standar pada orang
tua atau orang yang kita hormati.
Pada saat kita mempelajari bahasa asing, kita juga berusaha
mempelajari bagaimana cara menggunakan bahasa tersebut. Misalnya, pada situasi
apakah kita akan menggunakan kata tertentu, kata manakah yang sopan dan tidak
sopan. Bilamanakah kita dalam berbahasa Indonesia boleh menegur orang dengan
kata Kamu atau Saudara atau Bapak atau Anda? Bagi
orang asing, pilihan kata itu penting agar ia diterima di dalam lingkungan
pergaulan orang Indonesia. Jangan sampai ia menggunakan kata kamu untuk
menyapa seorang pejabat. Demikian pula jika kita mempelajari bahasa asing.
Jangan sampai kita salah menggunakan tata cara berbahasa dalam budaya bahasa
tersebut. Dengan menguasai bahasa suatu bangsa, kita dengan mudah berbaur dan
menyesuaikan diri dengan bangsa tersebut.
Bahasa sebagai
Alat Kontrol Sosial
Sebagai alat kontrol sosial, bahasa sangat efektif. Kontrol
sosial ini dapat
diterapkan pada diri kita sendiri atau kepada masyarakat. Berbagai penerangan,
informasi, maupun pendidikan disampaikan melalui bahasa. Buku-buku pelajaran
dan buku-buku instruksi adalah salah satu contoh penggunaan bahasa sebagai alat
kontrol sosial.
Ceramah agama atau dakwah merupakan contoh penggunaan bahasa
sebagai alat kontrol sosial. Lebih jauh lagi, orasi ilmiah atau politik
merupakan alat kontrol sosial. Kita juga sering mengikuti diskusi atau acara
bincang-bincang (talk show) di televisi dan radio. Iklan layanan
masyarakat atau layanan sosial merupakan salah satu wujud penerapan bahasa
sebagai alat kontrol sosial. Semua itu merupakan kegiatan berbahasa yang
memberikan kepada kita cara untuk memperoleh pandangan baru, sikap baru,
perilaku dan tindakan yang baik. Di samping itu, kita belajar untuk menyimak
dan mendengarkan pandangan orang lain mengenai suatu hal.
Contoh fungsi bahasa sebagai alat kontrol sosial yang sangat
mudah kita terapkan adalah sebagai alat peredam rasa marah. Menulis merupakan
salah satu cara yang sangat efektif untuk meredakan rasa marah kita.
Tuangkanlah rasa dongkol dan marah kita ke dalam bentuk tulisan. Biasanya, pada
akhirnya, rasa marah kita berangsur-angsur menghilang dan kita dapat melihat
persoalan secara lebih jelas dan tenang.
Fungsi bahasa dalam masyarakat:
- Alat untuk berkomunikasi dengan sesama manusia.
- Alat untuk bekerja sama dengan sesama manusia.
- Alat mengidentifikasi diri.
Ragam bahasa adalah variasi bahasa
yang pemakaiannya berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan
pembicara, lawan bicara, dan orang yang dibicarakan, serta menurut media
pembicaraan.
Macam-macam ragam bahasa :
- Ragam baku adalah ragam bahasa yang oleh penuturnya dipandang sebagai ragam yang baik. Ragam ini biasa dipakai dalam kalangan terdidik, karya ilmiah, suasana resmi, atau surat resmi.
- Ragam cakapan (ragam akrab) adalah ragam bahasa yang dipakai apabila pembicara menganggap kawan bicara sebagai sesama, lebih muda, lebih rendah statusnya atau apabila topik pembicara bersifat tidak resmi.
- Ragam hormat adalah ragam bahasa yang dipakai apabila lawan bicara orang yang dihormati, misalnya orang tua dan atasan.
- Ragam kasar adalah ragam bahasa yang digunakan dalam pemakaian tidak resmi di kalangan orang yang saling mengenal.
- Ragam lisan adalah ragam bahasa yang diungkapkan melalui media lisan, terkait oleh ruang dan waktu sehingga situasi pengungkapan dapat membantu pemahaman. Bahasa lisan lebih ekspresif di mana mimik, intonasi, dan gerakan tubuh dapat bercampur menjadi satu untuk mendukung komunikasi yang dilakukan. Ragam lisan dapat kita temui, misalnya pada saat orang berpidato atau memberi sambutan, dalam situasi perkuliahan, ceramah, dan ragam lisan yang non standar, misalnya dalam percakapan antar teman, di pasar, atau dalam kesempatan non formal lainnya.
- Ragam resmi adalah ragam bahasa yang dipakai dalam suasana resmi.
- Ragam tulis adalah ragam bahasa yang digunakan melalui media tulis, tidak terkait ruang dan waktu sehingga diperlukan kelengkapan struktur sampai pada sasaran secara visual. Ragam tulis pun dapat berupa ragam tulis yang standar maupun non standar. Ragam tulis yang standar kita temui dalam buku-buku pelajaran, teks, majalah, surat kabar, poster, iklan. Kita juga dapat menemukan ragam tulis non standar dalam majalah remaja, iklan, atau poster.
- Ragam bahasa pada bidang tertentu seperti bahasa istilah hukum, bahasa sains, bahasa jurnalistik, dsb.
- Ragam bahasa perorangan atau idiolek seperti gaya bahasa mantan presiden Soeharto, gaya bahasa Benyamin s, dan lain sebagainya.
- Ragam bahasa pada kelompok anggota masyarakat suatu wilayah atau dialek seperti dialek bahasa Madura, Medan, Sunda, Bali, Jawa, dan lain sebagainya.
- Ragam bahasa pada kelompok anggota masyarakat suatu golongan sosial seperti ragam bahasa orang akademisi beda dengan ragam bahasa orang-orang jalanan.
Macam-macam ragam bahasa yang
disebutkan diatas dapat dibedakan lagi menjadi sebagai berikut :
1. Berdasarkan pokok pembicaraan :
·
Ragam bahasa undang-undang
·
Ragam bahasa jurnalistik
·
Ragam bahasa ilmiah
·
Ragam bahasa sastra
2. Berdasarkan media pembicaraan :
a. Ragam lisan yang antara
lain meliputi:
·
Ragam bahasa cakapan
·
Ragam bahasa pidato
·
Ragam bahasa kuliah
·
Ragam bahasa panggung
Ciri-ciri ragam bahasa lisan
·
o
Adanya lawan bicara
o
Terikat waktu dan ruang
o
Dapat dibantu dengan mimik
muka/wajah, intonasi, dan gerakan anggota tubuh
o
Unsur-unsur dramatika biasanya
dinyatakan dihilangkan atau tidak lengkap
b. Ragam tulis yang antara lain
meliputi:
·
Ragam bahasa teknis
·
Ragam bahasa undang-undang
·
Ragam bahasa catatan
·
Ragam bahasa surat
Ciri-ciri ragam bahasa tulis :
·
o
Tidak mengharuskan
kedatangan/kehadiran pembaca
o
Diperlukan ejaan atau tanda baca
Kalimat ditulis secara lengkap
o
Komunikasi resmi
o
Wacana teknis
o
Pembicaraan di depan khalayak ramai
o
Pembicaraan dengan orang yang dihormati
3. Ragam bahasa menurut hubungan
antarpembicara, dibedakan menurut akrab tidaknya pembicara
- Ragam bahasa resmi
- Ragam bahasa akrab
- Ragam bahasa agak resmi
- Ragam bahasa santai
- dan sebagainya
Beberapa faktor yang menyebabkan
timbulnya keragaman bahasa, diantaranya :
- Faktor Budaya atau letak Geografis
- Faktor Ilmu pengetahuan
- Faktor SejarahSumber : http://id.shvoong.com