Sabtu, 19 November 2011

Pengertian Bahasa , Fungsi Bahasa & Ragam Bahasa

Pengertian Bahasa , Fungsi Bahasa & Ragam Bahasa


Definisi Bahasa: Bahasa adalah suatu sistem dari lambang bunyi arbiter ( tidak ada hubungan antara lambang bunyi dengan bendanya ) yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan dipakai oleh masyarakat untuk berkomunikasi, kerja sama, dan identifikasi diri. Bahasa lisan merupakan bahasa primer, sedangkan bahasa tulisan adalah bahasa sekunder.

Menurut Gorys Keraf Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Mungkin ada yang keberatan dengan mengatakan bahwa bahasa bukan satu-satunya alat untuk mengadakan komunikasi. Mereka menunjukkan bahwa dua orang atau pihak yang mengadakan komunikasi dengan mempergunakan cara-cara tertentu yang telah disepakati bersama.  Lukisan-lukisan, asap api, bunyi gendang atau tong-tong dan sebagainya. Tetapi mereka itu harus mengakui pula bahwa bila dibandingkan dengan bahasa, semua alat komunikasi tadi mengandung banyak segi yang lemah.
 Bahasa memberikan kemungkinan yang jauh lebih luas dan kompleks daripada yang dapat diperoleh dengan mempergunakan media tadi. Bahasa haruslah merupakan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bukannya sembarang bunyi. Dan bunyi itu sendiri haruslah merupakan simbol atau perlambang.

        Bahasa dan Realita
         Fodor (1974) mengatakan bahwa bahasa adalah sistem simbol dan tanda. Yang dimaksud dengan sistem simbol adalah hubungan simbol dengan makna yang bersifat konvensional. Sedangkan yang dimaksud dengan sistem tanda adalah bahwa hubungan tanda dan makna bukan konvensional tetapi ditentukan oleh sifat atau ciri tertentu yang dimiliki benda atau situasi yang dimaksud. Dalam bahasa Indonesia kata cecak memiliki hubungan kausal dengan referennya atau binatangnya. Artinya, binatang itu disebut cecak karena suaranya kedengaran seperti cak-cak-cak. Oleh karena itu kata cecak disebut tanda bukan simbol. Lebih lanjut Fodor mengatakan bahwa problema bahasa adalah problema makna. Sebenarnya, tidak semua ahli bahasa membedakan antara simbol dan tanda. Richards (1985) menyebut kata table sebagai tanda meskipun tidak ada hubungan kausal antara objek (benda) yang dilambangkan kata itu dengan kata table.
          Dari uraian di atas dapat ditangkap bahwa salah satu cara mengungkapkan makna adalah dengan bahasa, dan masih banyak cara yang lain yang dapat dipergunakan. Namun sejauh ini, apa makna dari makna, atau apa yang dimaksud dengan makna belum jelas. Bolinger (1981) menyatakan bahwa bahasa memiliki sistem fonem, yang terbentuk dari distinctive features bunyi, sistem morfem dan sintaksis. Untuk mengungkapkan makna bahasa harus berhubungan dengan dunia luar. Yang dimaksud dengan dunia luar adalah dunia di luar bahasa termasuk dunia dalam diri penutur bahasa. Dunia dalam pengertian seperti inilah disebut realita.  
      Penjelasan Bolinger (1981) tersebut menunjukkan bahwa makna adalah hubungan antara realita dan bahasa. Sementara realita mencakup segala sesuatu yang berada di luar bahasa. Realita itu mungkin terwujud dalam bentuk abstraksi bahasa, karena tidak ada bahasa tanpa makna. Sementara makna adalah hasil hubungan bahasa dan realita.
     
      Bahasa dan Perilaku
         Seperti yang telah diuraikan di atas, dalam bahasa selalu tersirat realita. Sementara perilaku selalu merujuk pada pelaku komunikasi. Komunikasi bisa terjadi jika proses decoding dan encoding berjalan dengan baik. Kedua proses ini dapat berjalan dengan baik jika baik encoder maupun decoder sama-sama memiliki pengetahuan dunia dan pengetahuan bahasa yang sama. (Omaggio, 1986).
           Dengan memakai pengertian yang diberikan oleh Bolinger(1981) tentang realita, pengetahuan dunia dapat diartikan identik dengan pengetahuan realita. Bagaimana manusia memperoleh bahasa dapat dijelaskan dengan teori-teori pemerolehan bahasa. Sedangkan pemerolehan pengetahuan dunia (realita) atau proses penghubungan bahasa dan realita pada prinsipnya sama, yakni manusia memperoleh representasi mental realita melalui pengalaman yang langsung atau melalui pemberitahuan orang lain. Misalnya seseorang menyaksikan sebuah kecelakaan terjadi, orang tersebut akan memiliki representasi mental tentang kecelakaan tersebut dari orang yang langsung menyaksikannya juga akan membentuk representasi mental tentang kecelakaan tadi. Hanya saja terjadi perbedaan representasi mental pada kedua orang itu. 
·          
Fungsi Bahasa
Menurut Felicia (2001 : 1), dalam berkomunikasi sehari-hari, salah satu alat yang paling sering digunakan adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Begitu dekatnya kita kepada bahasa, terutama bahasa Indonesia, sehingga tidak dirasa perlu untuk mendalami dan mempelajari bahasa Indonesia secara lebih jauh. Akibatnya, sebagai pemakai bahasa, orang Indonesia tidak terampil menggunakan bahasa. Suatu kelemahan yang tidak disadari.
Komunikasi lisan atau nonstandar yang sangat praktis menyebabkan kita tidak teliti berbahasa. Akibatnya, kita mengalami kesulitan pada saat akan menggunakan bahasa tulis atau bahasa yang lebih standar dan teratur. Pada saat dituntut untuk berbahasa’ bagi kepentingan yang lebih terarah dengan maksud tertentu, kita cenderung kaku. Kita akan berbahasa secara terbata-bata atau mencampurkan bahasa standar dengan bahasa nonstandar atau bahkan, mencampurkan bahasa atau istilah asing ke dalam uraian kita. Padahal, bahasa bersifat sangat luwes, sangat manipulatif. Kita selalu dapat memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Lihat saja, bagaimana pandainya orang-orang berpolitik melalui bahasa. Kita selalu dapat memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Agar dapat memanipulasi bahasa, kita harus mengetahui fungsi-fungsi bahasa.
Pada dasarnya, bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai alat untuk berkomunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial (Keraf, 1997: 3).
Derasnya arus globalisasi di dalam kehidupan kita akan berdampak pula pada perkembangan dan pertumbuhan bahasa sebagai sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi. Di dalam era globalisasi itu, bangsa Indonesia mau tidak mau harus ikut berperan di dalam dunia persaingan bebas, baik di bidang politik, ekonomi, maupun komunikasi.  Konsep-konsep dan istilah baru di dalam pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) secara tidak langsung memperkaya khasanah bahasa Indonesia. Dengan demikian, semua produk budaya akan tumbuh dan berkembang pula sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu, termasuk bahasa Indonesia, yang dalam itu, sekaligus berperan sebagai prasarana berpikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan iptek itu (Sunaryo, 1993, 1995).
Menurut Sunaryo (2000 : 6), tanpa adanya bahasa (termasuk bahasa Indonesia) iptek tidak dapat tumbuh dan berkembang. Selain itu bahasa Indonesia di dalam struktur budaya, ternyata memiliki kedudukan, fungsi, dan peran ganda, yaitu sebagai akar dan produk budaya yang sekaligus berfungsi sebagai sarana berfikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa peran bahasa serupa itu, ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan dapat berkembang. Implikasinya di dalam pengembangan daya nalar, menjadikan bahasa sebagai prasarana berfikir modern. Oleh karena itu, jika cermat dalam menggunakan bahasa, kita akan cermat pula dalam berfikir karena bahasa merupakan cermin dari daya nalar (pikiran).
Hasil pendayagunaan daya nalar itu sangat bergantung pada ragam bahasa yang digunakan. Pembiasaan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar akan menghasilkan buah pemikiran yang baik dan benar pula. Kenyataan bahwa bahasa Indonesia sebagai wujud identitas bahasa Indonesia menjadi sarana komunikasi di dalam masyarakat modern. Bahasa Indonesia bersikap luwes sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai sarana komunikasi masyarakat modern. 
  
Bahasa sebagai Alat Ekspresi Diri
Pada awalnya, seorang anak menggunakan bahasa untuk mengekspresikan kehendaknya atau perasaannya pada sasaran yang tetap, yakni ayah-ibunya. Dalam perkembangannya, seorang anak tidak lagi menggunakan bahasa hanya untuk mengekspresikan kehendaknya, melainkan juga untuk berkomunikasi dengan lingkungan di sekitarnya. Setelah kita dewasa, kita menggunakan bahasa, baik untuk mengekspresikan diri maupun untuk berkomunikasi. Seorang penulis mengekspresikan dirinya melalui tulisannya. Sebenarnya, sebuah karya ilmiah pun adalah sarana pengungkapan diri seorang ilmuwan untuk menunjukkan kemampuannya dalam sebuah bidang ilmu tertentu. Jadi, kita dapat menulis untuk mengekspresikan diri kita atau untuk mencapai tujuan tertentu.
Sebagai contoh lainnya, tulisan kita dalam sebuah buku,  merupakan hasil ekspresi diri kita. Pada saat kita menulis, kita tidak memikirkan siapa pembaca kita. Kita hanya menuangkan isi hati dan perasaan kita tanpa memikirkan apakah tulisan itu dipahami orang lain atau tidak. Akan tetapi, pada saat kita menulis surat kepada orang lain, kita mulai berpikir kepada siapakah surat itu akan ditujukan. Kita memilih cara berbahasa yang berbeda kepada orang yang kita hormati dibandingkan dengan cara berbahasa kita kepada teman kita.
Pada saat menggunakan bahasa sebagai alat untuk mengekspresikan diri, si pemakai bahasa tidak perlu mempertimbangkan atau memperhatikan siapa yang menjadi pendengarnya, pembacanya, atau khalayak sasarannya. Ia menggunakan bahasa hanya untuk kepentingannya pribadi. Fungsi ini berbeda dari fungsi berikutnya, yakni bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi.
Sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri, bahasa menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam dada kita, sekurang-kurangnya untuk memaklumkan keberadaan kita. Unsur-unsur yang mendorong ekspresi diri antara lain :
-         agar menarik perhatian orang  lain terhadap kita,
-         keinginan untuk membebaskan diri kita dari semua tekanan emosi
Pada taraf  permulaan, bahasa pada anak-anak sebagian berkembang  sebagai alat untuk menyatakan dirinya sendiri (Gorys Keraf, 1997 :4).
  
Bahasa sebagai Alat Komunikasi
Komunikasi merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri. Komunikasi tidak akan sempurna bila ekspresi diri kita tidak diterima atau dipahami oleh orang lain. Dengan komunikasi pula kita mempelajari dan mewarisi semua yang pernah dicapai oleh nenek moyang kita, serta apa yang dicapai oleh orang-orang yang sezaman dengan kita.
Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan sesama warga. Ia mengatur berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa depan kita (Gorys Keraf, 1997 : 4).
Pada saat kita menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi, kita sudah memiliki tujuan tertentu. Kita ingin dipahami oleh orang lain. Kita ingin menyampaikan gagasan yang dapat diterima oleh orang lain. Kita ingin membuat orang lain yakin terhadap pandangan kita. Kita ingin mempengaruhi orang lain. Lebih jauh lagi, kita ingin orang lain membeli hasil pemikiran kita. Jadi, dalam hal ini pembaca atau pendengar atau khalayak sasaran menjadi perhatian utama kita. Kita menggunakan bahasa dengan memperhatikan kepentingan dan kebutuhan khalayak sasaran kita.
Pada saat kita menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, antara lain kita juga mempertimbangkan apakah bahasa yang kita gunakan laku untuk dijual. Oleh karena itu, seringkali kita mendengar istilah “bahasa yang komunikatif”. Misalnya, kata makro hanya dipahami oleh orang-orang dan tingkat pendidikan tertentu, namun kata besar atau luas lebih mudah dimengerti oleh masyarakat umum. Kata griya, misalnya, lebih sulit dipahami dibandingkan kata rumah atau wisma. Dengan kata lain, kata besar, luas, rumah, wisma, dianggap lebih komunikatif karena bersifat lebih umum. Sebaliknya, kata-kata griya atau makro akan memberi nuansa lain pada bahasa kita, misalnya, nuansa keilmuan, nuansa intelektualitas, atau nuansa tradisional.
Bahasa sebagai alat ekspresi diri dan sebagai alat komunikasi sekaligus pula merupakan alat untuk menunjukkan identitas diri. Melalui bahasa, kita dapat menunjukkan sudut pandang kita, pemahaman kita atas suatu hal, asal usul bangsa dan negara kita, pendidikan kita, bahkan sifat kita. Bahasa menjadi cermin diri kita, baik sebagai bangsa maupun sebagai diri sendiri.
  
Bahasa sebagai Alat Integrasi dan Adaptasi Sosial
Bahasa disamping sebagai salah satu unsur kebudayaan, memungkinkan pula manusia memanfaatkan pengalaman-pengalaman mereka, mempelajari dan mengambil bagian dalam pengalaman-pengalaman itu, serta belajar berkenalan dengan orang-orang lain. Anggota-anggota masyarakat  hanya dapat dipersatukan secara efisien melalui bahasa. Bahasa sebagai alat komunikasi, lebih jauh memungkinkan tiap orang untuk merasa dirinya terikat dengan kelompok sosial yang dimasukinya, serta dapat melakukan semua kegiatan kemasyarakatan dengan menghindari sejauh mungkin bentrokan-bentrokan untuk memperoleh efisiensi yang setinggi-tingginya. Ia memungkinkan integrasi (pembauran) yang sempurna bagi tiap individu dengan masyarakatnya (Gorys Keraf, 1997 : 5).
Cara berbahasa tertentu selain berfungsi sebagai alat komunikasi, berfungsi pula sebagai alat integrasi dan adaptasi sosial. Pada saat kita beradaptasi kepada lingkungan sosial tertentu, kita akan memilih bahasa yang akan kita gunakan bergantung pada situasi dan kondisi yang kita hadapi. Kita akan menggunakan bahasa yang berbeda pada orang yang berbeda. Kita akan menggunakan bahasa yang nonstandar di lingkungan teman-teman dan menggunakan bahasa standar pada orang tua atau orang yang kita hormati.
Pada saat kita mempelajari bahasa asing, kita juga berusaha mempelajari bagaimana cara menggunakan bahasa tersebut. Misalnya, pada situasi apakah kita akan menggunakan kata tertentu, kata manakah yang sopan dan tidak sopan. Bilamanakah kita dalam berbahasa Indonesia boleh menegur orang dengan kata Kamu atau Saudara atau Bapak atau Anda? Bagi orang asing, pilihan kata itu penting agar ia diterima di dalam lingkungan pergaulan orang Indonesia. Jangan sampai ia menggunakan kata kamu untuk menyapa seorang pejabat. Demikian pula jika kita mempelajari bahasa asing. Jangan sampai kita salah menggunakan tata cara berbahasa dalam budaya bahasa tersebut. Dengan menguasai bahasa suatu bangsa, kita dengan mudah berbaur dan menyesuaikan diri dengan bangsa tersebut.
  
Bahasa sebagai Alat Kontrol Sosial
Sebagai alat kontrol sosial, bahasa sangat efektif. Kontrol sosial ini dapat diterapkan pada diri kita sendiri atau kepada masyarakat. Berbagai penerangan, informasi, maupun pendidikan disampaikan melalui bahasa. Buku-buku pelajaran dan buku-buku instruksi adalah salah satu contoh penggunaan bahasa sebagai alat kontrol sosial.
Ceramah agama atau dakwah merupakan contoh penggunaan bahasa sebagai alat kontrol sosial. Lebih jauh lagi, orasi ilmiah atau politik merupakan alat kontrol sosial. Kita juga sering mengikuti diskusi atau acara bincang-bincang (talk show) di televisi dan radio. Iklan layanan masyarakat atau layanan sosial merupakan salah satu wujud penerapan bahasa sebagai alat kontrol sosial. Semua itu merupakan kegiatan berbahasa yang memberikan kepada kita cara untuk memperoleh pandangan baru, sikap baru, perilaku dan tindakan yang baik. Di samping itu, kita belajar untuk menyimak dan mendengarkan pandangan orang lain mengenai suatu hal.
Contoh fungsi bahasa sebagai alat kontrol sosial yang sangat mudah kita terapkan adalah sebagai alat peredam rasa marah. Menulis merupakan salah satu cara yang sangat efektif untuk meredakan rasa marah kita. Tuangkanlah rasa dongkol dan marah kita ke dalam bentuk tulisan. Biasanya, pada akhirnya, rasa marah kita berangsur-angsur menghilang dan kita dapat melihat persoalan secara lebih jelas dan tenang.

Fungsi bahasa dalam masyarakat:
  1. Alat untuk berkomunikasi dengan sesama manusia.
  2. Alat untuk bekerja sama dengan sesama manusia.
  3. Alat mengidentifikasi diri.
 
Ragam bahasa adalah variasi bahasa yang pemakaiannya berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, lawan bicara, dan orang yang dibicarakan, serta menurut media pembicaraan.

Macam-macam ragam bahasa :
  1. Ragam baku adalah ragam bahasa yang oleh penuturnya dipandang sebagai ragam yang baik. Ragam ini biasa dipakai dalam kalangan terdidik, karya ilmiah, suasana resmi, atau surat resmi.
  2. Ragam cakapan (ragam akrab) adalah ragam bahasa yang dipakai apabila pembicara menganggap kawan bicara sebagai sesama, lebih muda, lebih rendah statusnya atau apabila topik pembicara bersifat tidak resmi.
  3. Ragam hormat adalah ragam bahasa yang dipakai apabila lawan bicara orang yang dihormati, misalnya orang tua dan atasan.
  4. Ragam kasar adalah ragam bahasa yang digunakan dalam pemakaian tidak resmi di kalangan orang yang saling mengenal.
  5. Ragam lisan adalah ragam bahasa yang diungkapkan melalui media lisan, terkait oleh ruang dan waktu sehingga situasi pengungkapan dapat membantu pemahaman. Bahasa lisan lebih ekspresif di mana mimik, intonasi, dan gerakan tubuh dapat bercampur menjadi satu untuk mendukung komunikasi yang dilakukan. Ragam lisan dapat kita temui, misalnya pada saat orang berpidato atau memberi sambutan, dalam situasi perkuliahan, ceramah, dan ragam lisan yang non standar, misalnya dalam percakapan antar teman, di pasar, atau dalam kesempatan non formal lainnya.
  6. Ragam resmi adalah ragam bahasa yang dipakai dalam suasana resmi.
  7. Ragam tulis adalah ragam bahasa yang digunakan melalui media tulis, tidak terkait ruang dan waktu sehingga diperlukan kelengkapan struktur sampai pada sasaran secara visual. Ragam tulis pun dapat berupa ragam tulis yang standar maupun non standar. Ragam tulis yang standar kita temui dalam buku-buku pelajaran, teks, majalah, surat kabar, poster, iklan. Kita juga dapat menemukan ragam tulis non standar dalam majalah remaja, iklan, atau poster.
  8. Ragam bahasa pada bidang tertentu seperti bahasa istilah hukum, bahasa sains, bahasa jurnalistik, dsb.
  9. Ragam bahasa perorangan atau idiolek seperti gaya bahasa mantan presiden Soeharto, gaya bahasa Benyamin s, dan lain sebagainya.
  10. Ragam bahasa pada kelompok anggota masyarakat suatu wilayah atau dialek seperti dialek bahasa Madura, Medan, Sunda, Bali, Jawa, dan lain sebagainya.
  11. Ragam bahasa pada kelompok anggota masyarakat suatu golongan sosial seperti ragam bahasa orang akademisi beda dengan ragam bahasa orang-orang jalanan.
Macam-macam ragam bahasa yang disebutkan diatas dapat dibedakan lagi menjadi sebagai berikut :
1. Berdasarkan pokok pembicaraan :
·         Ragam bahasa undang-undang
·         Ragam bahasa jurnalistik
·         Ragam bahasa ilmiah
·         Ragam bahasa sastra
2. Berdasarkan media pembicaraan :
a. Ragam lisan yang antara lain meliputi:
·         Ragam bahasa cakapan
·         Ragam bahasa pidato
·         Ragam bahasa kuliah
·         Ragam bahasa panggung
Ciri-ciri ragam bahasa lisan
·          
o    Adanya lawan bicara
o    Terikat waktu dan ruang
o    Dapat dibantu dengan mimik muka/wajah, intonasi, dan gerakan anggota tubuh
o    Unsur-unsur dramatika biasanya dinyatakan dihilangkan atau tidak lengkap
b. Ragam tulis yang antara lain meliputi:
·         Ragam bahasa teknis
·         Ragam bahasa undang-undang
·         Ragam bahasa catatan
·         Ragam bahasa surat
Ciri-ciri ragam bahasa tulis :
·          
o    Tidak mengharuskan kedatangan/kehadiran pembaca
o    Diperlukan ejaan atau tanda baca Kalimat ditulis secara lengkap
o    Komunikasi resmi
o    Wacana teknis
o    Pembicaraan di depan khalayak ramai
o    Pembicaraan dengan orang yang dihormati
3. Ragam bahasa menurut hubungan antarpembicara, dibedakan menurut akrab tidaknya pembicara
    • Ragam bahasa resmi
    • Ragam bahasa akrab
    • Ragam bahasa agak resmi
    • Ragam bahasa santai
    • dan sebagainya
Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya keragaman bahasa, diantaranya :

Minggu, 10 April 2011

DAMPAK PENDAPATAN NASIONAL LUAR NEGERI

Pendapatan nasional di luar negeri dapat jika jumlah pendapatan nasionalnya tinggi dapat meningkatkan derajat negara tersebut di mata negara-negara lain, karena mengganggap dimana jumlah pendapatan nasionalnya tinggi maka negara tersebut termasuk negara yang maju dan tingkat kemakmuran masyarakatnya juga tinggi. Jika sudah begitu, hubungan antar negara dapat terjalin dengan baik.
Dampak negatifnya adalah masuknya kebudayaan asing secara bebas di negara kita sehingga kebudayaan negara sendiri mulai tergeser, kerja sama dengan negara lain membuat jarak temu untuk melakukan transaksi jarang sehingga dapat menimbulkan kecurigaan dan ketidak percayaan. Untuk itu mari kita melakukan hubungan baik dengan negara lain dengan mengadakan kerja sama dalam bidang ekonomi,sosial, politik dan lainnya untuk meningkatkan pendapatan nasional.

PENDAPATAN NASIONAL BAGI DALAM NEGERI

Pendapatan nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh rumah tangga keluarga (RTK) di suatu negara dari penyerahan faktor-faktor produksi dalam satu periode,biasanya selama satu tahun. Konsep pendapatan nasional pertama kali dicetuskan oleh Sir William Petty dari Inggris yang berusaha menaksir pendapatan nasional negaranya(Inggris) pada tahun 1665. Dalam perhitungannya, ia menggunakan anggapan bahwa pendapatan nasional merupakan penjumlahan biaya hidup (konsumsi) selama setahun.
Namun, pendapat tersebut tidak disepakati oleh para ahli ekonomi modern, sebab menurut pandangan ilmu ekonomi modern, konsumsi bukanlah satu-satunya unsur dalam perhitungan pendapatan nasional. Menurut mereka, alat utama sebagai pengukur kegiatan perekonomian adalah Produk Nasional Bruto (Gross National Product, GNP), yaitu seluruh jumlah barang dan jasa yang dihasilkan tiap tahun oleh negara yang bersangkutan diukur menurut harga pasar pada suatu negara.
Pendapatan itu penting, karena dengan pendapatan kita dapat memenuhi kebutuhan hidup kita. Bagaimana mungkin jika kita hidup tanpa adanya pendapatan, tentunya kebutuhan tidak dapat tercukupi. Dengan adanya pendapatan nasional, bukan berarti pendapatan setiap keluarga di suatu negara itu sama.
Kesejahteraan rakyat dalam suatu Negara tidak dapat diukur dari pendapatan nasional saja, karena jika pendapatan nasional dalam suatu Negara itu tinggi, bukan berari di dalam Negara tersebut sudah tidak ada lagi rakyat yang kekurangan, atau dalam bahasa kasarnya rakyat miskin. Tapi bukan berarti rakyat miskin itu beban dalam suatu Negara, mereka miskin juga bukan keinginan mereka. Mereka kekurangan mungkin karena keterbatasan pengetahuan yang mereka miliki, atau keterbatasan lapangan kerja di Negara tersebut.
Terkadang pendapatan di suatu Negara itu tidak merata, hal disebabkan mungkin karena letak geografisnya, dan seperti yang saya bilang di atas tadi, yaitu keterbatasan pengetahuan yang dimiliki, atau keterbatasan lapangan kerja di daerah tersebut. Untuk para generasi muda, kita harus sebisa mungkin membuka lapangan pekerjaan sendiri. Dengan adanya peningkatan terhadap jumlah lapangan kerja di setiap daerah, maka jumlah pengangguran dan rakyat miskin akan berkurang, dan mudah-mudahan hilang. Lalu pendapatan setiap daerah juga akan merata, dan pendapatan nasional pun akan meningkat.
Pendapatan nasional dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan mutu di dalam bidang politik, pertanian, social, pendidikan, dan yang paling utama adalah ekonomi. Dengan meningkatkan mutu pada bidang-bidang tersebut, juga dapat meratakan pendapatan di setiap daerah dalam suatu Negara.
Pendapatan nasional memiliki dampak positif dan dampak negative. Dampak positif dari pendapatan nasional di dalam negeri adalah dapat mendorong perekonomian untuk menjadi lebih baik, dapat meningkatkan pendapatan nasional, dan dapat membuat orang bersemangat untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sedangkan dampak negative dari pendapatan nasional di dalam negeri adalah keadaan perekonomian terganggu karena adanya pendapatan nasional, perekonomian menurun, dan orang-orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat.
Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin menurun dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Rabu, 06 April 2011

DAMPAK KENAIKAN HARGA BAGI PEMERINTAH

Masalah yang terus mendapat perhatian dari pemerintah adalah masalah inflasi.
Inflasi ini biasanya terjadi pada masa perekonomian berkembang dengan pesat.
Awalnya Kesempatan kerja yang tinggi menciptakan pendapatan tinggi yang selanjutnya menimbulkan pengeluaran yang melebihi kemampuan ekonomi mengeluarkan barang dan jasa.Pengeluaran ini dapat menimbulkan inflasi.
Ada kalanya tingkat inflasi meningkat tiba-tiba atau wujud akibat suatu peristiwa tertentu yang berlaku di luar ekspentasi pemerintah . misalnya efek dari pengurangan nilai uang yang sangat besar atau ketidakstabilan politik.Menghadapi masalah inflasi yang bertambah cepat ini pemerintah akan menyusun langkah-langkah yang bertujuan untuk mengatasi masalah inflasi yang bertambah cepat tingkatnya.Contohnya seperti pemerintah terpaksa mencetak uang atau meminjam dari bank sentral.
Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.

Selasa, 05 April 2011

DAMPAK KENAIKAN HARGA BAGI PARA KONSUMEN

Konsumen adalah mereka yang memilki pendapatan (uang) dan menjadi pembeli barang dan jasa di pasar. Sedangkan perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, menimbang , mengevaluasi dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka dikenal dengan perilaku konsumen.

Dalam perilaku konsumen disebutkan kata menimbang dan mengevaluasi. Seseorang konsumen yang rasional pada waktu akan memutuskan pembelian suatu barang tidak didasari oleh emosi belaka namun terutama didasari pada suatu pertimbangan bahwa apa yang akan dibelinya memang memberikan tingkat kepuasan terbesar jika dibandingkan dengan barang lainnya. Tentunya ada

Seperti yang telah diketahui bersama kualitas barang bisanya mempunyai nilai tersendiri, Seorang bergaya hidup mewah bisanya tidak akan memperhitungkan harga untuk mendapat kepuasan, asalkan barang yang dianggapnya bagus dan bernilai ia kan membelinya sekalipun harga tinggi, contohnya artis-artis ibu kota yang dapat mengeluarkan ratusan juta rupiah hanya demi sebuah gaun,tas,sepatu dll.

Namun Indonesia termasuk Negara yang para rakyat yang notabene adalah konsumen utama adalah orang-orang yang sangat kritis akan harga barang konsumsi,teruatama barang kebutuhan pokok, hal ini dapat tercermin dari banyaknya demo-demo yang tercetus jika ada rencana pemerintah untuk menaikkan harga. Ada kalanya hal tersebut dapat dimaklumi, mengingat kondisi rakyat Indonesia diamna masih banyak meayrakan ekonomi menengah kebawah.

Adanya kenaikan harga terkadang memaksa konsumen tingkat menengah kebawah lebih memilih mengkonsumsi barang dengan harga rendah sekalipun barang konsumsi tersebut ‘kualitas dua’ , tak sedikit pula yang terpancing oleh akal bulus produsen yang memproduksi barang serupa dengan elemen yang lain,hanya terlihat sama diluar saja yang bisa disebut ‘barang bajakan’. Barang imitasi atau barang bajakan diketahui lebih laku dibandingkan barang asli. Dapar diambil contoh sepatu merek ‘adidas’ ,banyak sekali konsumen tergiur untuk membeli sepatu adidas imitasi dengan harga jauh lebih rendah dari sepatu adidas asli asalkan ada cap atau merek tertera disana sebagai nilai lebih baginya saat menggunakan sepatu tersebut,toh terkadang barang imitasi sulit untuk dibedakan dengan yang asli.

Kebiasaan konsumen membeli barang imitasi mungkin belum akan terasa dampaknya secara langsung jika masih diaplikasikan kepada barang-barang yang bisa dibilang ‘barang pakai’ atau pelangkap atau aksesories, seperti sepatu,pakaian dan sejenisnya. Namun masalah ini menjadi besar ketika konsumsi tersebut mulai merambah pangan. Tak bisa dipungkiri lakunya barang tiruan menggugah para produsen untuk menekan harga produksi dengan membuat barang tiruan, gilanya yang ditirukan adalah barang yang dikonsumsi langsung oleh manusia seperti makanan.

DAMPAK KENAIKAN HARGA BAGI PARA PRODUSEN

Bagi produsen, kenaikan harga dapat berdampak baik bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipat gandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila kenaikan harga menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju kenaikan harga, usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).


Secara umum, Kenaikan harga dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.

Produsen merupakan salah satu pihak yang mendapat kesulitan atau kerugian jika terjadi kenaikan harga. Bagi perusahaan atau pabrik pengolah bahan mentah atau bahan setengah jadi menjadi barang bernilai ekonomi, maka masalah kenaikan harga berhubungan dengan bahan baku. Seperti yang kita tahu bahwa bahan baku adalah hal terpenting dalam proses produksi , tanpa bahan baku maka tak ada yang dapat diolah ataupun diproduksi. Mahalnya bahan baku membuat produsen harus berfikit ulang tentang biaya produksi dan laba yang akan didapatkan. Semakin tinggi harga bahan baku makan semakin melunjak pula biaya produksi. Dengan kondisi seperti ini produsen harus mencari inisiatif untuk menekan harga produksi. Banyak dari para produsen yang akhirnya memilih untuk menaikkan harga jual barang dagangannya, tetapi hal ini dapat berdampak menurunnya tingkat penjualan karena konsumen enggan membeli barang dengan harga tinggi, apalagi di Negara berkembang seperti Indonesia yang warganya memiliki tingkat konsumtif tinggi namun kemapuan membeli yang rendah, dengan kata lain masyarakat akan cenderung mencari barang yang sama dengan harga serendah mungkin dan menomor dua kan kualitas.

Kenyataan semacam ini membuat beberapa produsen menyiasati kenaikan harga ini dengan cara memperkecil ukuran barang yang diproduksinya. Seperti produsen kue yang memperkecil ukuran kue yang dijualnya sehingga tak perlu menaikkan harga jual kue tersebut dan dapat mempertahankan konsumen nya. Sekalipun mendapat protes dari konsumen cara ini tetap menjadi pilihan jitu bagi para produsen untuk menyiasati kenaikan harga bahan baku produksi.


Tetapi tidak semua produsen dapat menggunakan cara tesebut, ambil contoh seorang produsen pakaian, mustahil baginya untuk memperkecil ukuran baju atau hanya menjual pakaian yang berukuran kecil saja. Sama halnya dengan produsen mebel , tak mungkin juga baginya memproduksi mebel,misal memperkecil ukuran kursi yang diproduksinya. Produsen-produsen barang semacam ini kebanyakan memilih untuk menggunakan bahan baku dengan kualitas “nomor dua” dimana biasanya bahan baku seperti ini memiliki harga yang lebih rendah. Sehingga para konsumen yang tidak mungkin membeli dengan harga mahal mau tidak mau akan membeli barang produksinya sekalipun barang tersebut berkualitas rendah.


Masalah tersulit justru dialami para produsen penghasil komoditas ekonomi langsung, seperti produsen cabai. Belakangan harga cabai yang tinggi menjadi buah bibir dikalangan masyarakat yang merupakan konsumen utama. Produsen tidak mungkin memperkecil ukuran cabai ataupun menghasilkan cabai kualitas kedua, karena yang dihadapkan pada mereka sering kali bukan hanya menganai bahan baku pendukung produksi seperti pupuk dll, tapi juga berhadapan langsung dengan cuaca buruk. Tingginya tingkat bencana alam juga curah hujan yang tak menentu membuat barang-barang ekonomi yang dihasilakn dari sector pertanian dan perkebunan mengalami kerusakan besar-besaran yang menyebabkan langka nya barang-barang tersebut. Beberapa produsen seolah dipaksa untuk menaikkan harga dari barang-barang tersebut, bagai makan buah simalakama, dengan menakkan harga konsumen akan pergi satu-persatu namun jika tidak menaikkan harga mereka akan rugi besar. Mereka juga dihadapkan dengan kenyataan bahwa sayuran ataupun buah yang mereka jual dapat busuk jika tidak segera laku terjual.

 



About Me

Foto saya
intinya gue suka orang yang apa adanya.....

About this blog

mohon saranya buat desain blog ini buat agan2 sxalian...

tolong beri komen blog gue,,,biar gue tau apa kekurangan dari blog gue..


txs agan2 sxalian'

rudy

dalam sebuah kenangan

Mengingatkan Waktu Sholat

Categories

the fish